Diruangan itu kini hanya ada Sarada dan Naruto.
Sarada yang sangat emosi masih menangis. Sementara Naruto menatapnya dengan penuh
keheranan.
‘KESEDIHAN ITU TERCERMIN DI MATANYA.’
“Sa-sarada kau!? Sharinganmu..?” Kata Naruto.
“!!” Sarada masih terdiam, dia teringat kata-kata
Naruto saat itu.
**”Walaupun Sasuke tak pakai kacamata tapi kau
sangat mirip dengannya! Terutama di bagian matamu. Mungkin akan lebih mirip
jika kau juga punya Sharingan.”**
“Disaat yang seperti ini. Aku sama sekali tak ingin
mirip dengannya.” Kata Sarada pada Naruto.
“Lalu, apa yang ingin kau lakukan?” Naruto bertanya.
“Tak ada yang perlu kita lakukan lagi Nanadaime. Aku
akan melanjutkan perjalananku sendirian. Aku juga tidak berpikir akan kembali
ke Konohagakure. Ya! Terimakasih untuk semuanya.”
Sarada mulai melangkah, namun Naruto meraih
tangannya. Mencegah agar dia tak pergi.
“!!!!!....... APAA?” Bentak Sarada.
“Maaf! Tapi baru saja aku mendengarnya tadi. Tapi
jika kau mengatakan tak ada lagi urusannya denganku… Tidak bisa aku biarkan.”
Kata Naruto mantap.
“Kau juga mendengarnya kan? Jadi seharusnya kau juga
tahu. Memang kebenarannya begitu kan? Tidak ada hubungannya denganmu!”
“Seperti yang selalu aku katakan pada Boruto. Bagi
Hokage seluruh warga desa adalah keluarga. Generasi sebelumnya, seperti
sandaime juga mengatakannya.” Bayangan Sandaime Hokage – Hiruzen terbersit di
pikiran Naruto.
“Lalu kenapa? Itu hanya kepura-puraan saja!”
“……..” Naruto terlihat prihatin.
“Papa tidak pernah berada di desa, papa juga tak
mengakui puteri kandungnya sendiri. Lupa wajah puteri kandungnya. Selama ini
mama juga terus berbohong padaku. Dan terlebih lagi….” Sarada tertunduk.
“Bahkan.. Kami tak memiliki hubungan darah.” Lanjut Sarada. Auranya terlihat
sangat suram.
“……..”
“Aku hanya.. Aku sekarang mengerti kalau aku
sebenarnya tidak mempunyai keluarga yang asli. Lagipula kau bukanlah aku
Nanadaime. Kebenarannya sudah sangat jelas kan? ……… Jadi sebaiknya kau tak usah
menduga-duga isi hatiku! Kau.. Kau! Bukanlah keluargaku.” Kata Sarada lagi.
Naruto tetap tak mengijinkan Sarada pergi. Dia
sekarang tengah memegang erat lengan Sarada.
“………??!” Sarada terlihat semakin kesal.
Naruto terdiam ingatannya terputar kembali pada masa
lalunya.
**// Flash Back
Latar menunjukkan Naruto kecil sedang duduk di
ayunan seorang diri, diselimuti oleh kesepian. Tanpa satupun orang yang
menganggap keberadaannya. Sementara di sisi lain, sekerumunan orang sedang
bergerumbul. “YAY… YAY.”
“Gagal!” Kata Iruka. Wajah Naruto terlihat serius.
Latar kemudian berpindah lagi, disebuah atap
bangunan. Kali ini Naruto sedang berada di atas atap, bersama seorang pria.
“Guru Iruka adalah orang yang serius, kedua orang
tuaku sudah meninggal. Jadi aku harus melakukan semuanya sendirian. Sehingga
aku ingin tahu.. kenapa sih harus selalu aku?"
"Aku tak berpikir kalau kami ini benar-benar
mirip. Tapi kenyataannya, dia ingin kau menjadi lebih kuat selagi kau mampu.
Kau juga harus tahu alasannya guru Iruka. Terutama karena kau tak punya orang
tua.” Naruto terlihat murung.
Latar berubah.
“HENTIKAN!!” Teriak Iruka.
“Bisa dikatakan kau yang telah membunuh orang tua
Iruka. Kau adalah Kyuubi yang menghancurkan desa ini. Hokage yang sangat kau
kagumi telah menyegel monster itu di dalam dirimu. Kau telah dipermainkan oleh
desa ini sepanjang hayatmu.” Teriak Mizuki.
Iruka berkata.. “Sekarang kau bukanlah monster rubah
lagi. Yang ada di desa Konoha saat ini adalah Naruto Uzumaki.” Kata-kata ini
sukses membuat Naruto menangis haru, menangis sejadi-jadinya.
“Selamat ya? Kau lulus!!” Kata Iruka dengan senyuman
di wajahnya. Naruto terpaku, bingung. Perasaannya terlalu sulit untuk
digambarkan.
Latar berpindah lagi ke lembah akhir, dimana Naruto
kecil dan Sasuke kecil bertarung untuk mencegah kepergian Sasuke dari Konoha.
“Dari awal kau sudah hidup sendirian, apa yang kau
tahu soal aku hah?” Sasuke berteriak. Mereka lantas saling dorong.
“Ya! Aku mungkin saja tak mengetahui apapun soal
orang tua dan saudara kandung yang sebenarnya. Tapi ketika aku bersama dengan
guru iruka.. aku dapat merasakannya kok. Aku seperti mendapatkan seorang ayah!
Semacam itulah rasanya.” Terbayang saat Naruto di traktir ramen oleh Iruka.
“Saat aku bersamamu, aku merasa seperti mendapatkan
saudara laki-laki. Aku akhirnya mendapatkan sebuah ikatan.”
**// Flash Back End
“Bukannya ikatan antara kau, ayah dan ibumu juga
seperti itu?”
“??!” Sarada masih diam.
“Adakah hal yang lebih kuat daripada itu?” Tanya
Naruto.
“Sudah! Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?”
Bentak Sarada.
“Perasaan dan pikiran semacam ini. Itulah yang kau
butuhkan.” Kata Naruto.
“………..?!!”
“Itu saja! Hanya.. sekali lagi cobalah kau pastikan
sendiri.” Kata Naruto
Sarada menunduk, ingatan-ingatannya datang padanya.
Ingatan masa kecilnya. Saat dia sedang belajar berjalan, ingatan soal foto
keluarganya.
“Hey! dimana papaku ma?”
“Dia sedang menjalankan misi penting, jika misinya
selesai dia pasti akan pulang kok!” Jawab Sakura.
Ingatan yang lain adalah saat Sarada sakit, Sakura
senantiasa menjaga dan menemaninya, sampai tertidur di dekat ranjang Sarada.
**
Sarada bertanya pada mamanya lagi.
“Mama, kapan papa akan pulang?”
“Mama, kapan papa akan pulang?”
“Misinya benar-benar sulit, jadi mungkin sebentar
lagi ya!”
“Apa papa tidak peduli padamu ma?”
“Huh, tentu saja dia peduli kok.”
“Tapi kenapa dia tidak cepat pulang menengok kita?”
“Sarada.. Kau dan aku ini sangat penting bagi papa.
Itulah sebabnya dia belum bisa pulang sekarang. Kau mungkin saja tak mengerti
sekarang, tapi…. Suatu hari nanti kau tentu akan mengerti.” Sakura jongkok di
depan anaknya. Berbicara dengan lembut.
Sarada yang kecewa karena papanya tak pulang-pulang
kemudian mulai menangis. Sakura memeluknya.
“Jangan erat-erat mama.” Katanya.
“M-maaf! Hanya saja tadi wajahmu terlihat sangat
imut. Jadi aku tak bisa menahan diri.” Sakura melepaskan pelukannya. Tak
disangka wajah Sarada jadi sumringah, dia kemudian mengusap air matanya.
“Mama, pernahkan kau mencium papa?”
“Haaah?” Sakura terkejut, wajahnya terlihat malu.
Dia memikirkan jawaban, kata-kata yang tepat untuk menjelaskannya. “HEHEHHEHE.”
Sakura kemudian tertawa.
“Ada.. Ada apa ma?”
“Tidak apa-apa. Mama hanya teringat sesuatu yang
lebih baik daripada itu.”
“Mama Jorok!” Sarada terlihat kikuk.
“Eh.. Bukan.. Bukan begitu.” Sakura jadi salah
tingkah.
“Lalu apa ada hal lain yang lebih baik daripada
ciuman?” Sarada nampak sangat antusias.
‘TAP’
“??”
Sakura menyentil kening Sarada.
“Mama beri tahu lain waktu saja ya!”
“Lho.. kenapa tiba-tiba begitu?”
“Kau akan mengerti jika kau bertemu papamu nanti.”
Jawab Sakura, dia tersenyum pada anaknya.
**
Sarada sedang memakan bentonya, dia meraba kembali
keningnya yang tadi disentil oleh Sakura.
*
Lamunan masa lalu itu membuat Sarada semakin
menangis, sekarangpun, di depan Naruto.. Dia sedang memegang keningnya.
“Mama…!!” Masih terus menangis. “Hikz.. Hikz..” Air
matanya terus menetes. “Aku rasa aku akan menolong mama.”
“.. Aku tahu.” Kata Naruto.
“Tapi.. bagaimana bisa aku mengembalikan semua yang
sudah terjadi?” Tanya Sarada.
Naruto kemudian memegang Sarada dengan mantap.
“Hal yang sebenarnya.. Hal yang palsu. Semua itu
tidaklah masalah jika kau ingin menolong. Karena sebenarnya itulah hal yang asli.”
Sarada tercengang.
“Ayo kita tolong ibumu.” Kata Naruto.
“Hah? Iya!” Jawab Sarada.
****
“Kalian dari mana saja?” Teriak Sasuke.
“Pasti kalian kesasar kan? Tempat ini memang rumit
sih.”
“Ada hal yang ingin aku bicarakan padamu setelah
ini.” Kata Naruto pada Sasuke.
“Soal apa?”
“Nanti saja! Pertama-tama kita harus menyelamatkan
Sakura-chan dulu.”
“Dia mungkin saja sudah mati sekarang.” Kata
Orochimaru.
“Isteriku bukan wanita lemah, mungkin saja saat kita
tiba disana nanti.. dia sudah membereskan semuanya.” Kata Sasuke dengan
optimis.
“..” Sarada terlihat senang dengan pernyataan
ayahnya.
“Aku tahu lokasinya, jadi kalian ikutlah denganku.”
Mata sasuke yang tadinya hanya sharingan dan
rinnegan biasa sekarang sudah berubah menjadi mangekyou sharingan dan rinnegan
bertomoe. “Akhirnya.. kekuatan mataku kembali!”
“Jadi kekuatan matamu baru saja melemah? Katakan
yang jelas donk!” Protes Naruto.
“Aku mencari mereka melalui dimensi Kaguya. Jadi..
menguras banyak chakra.”
Perlahan-lahan muncul sebuah aura dari tubuh Sasuke.
Sebuah Susanno’o. Tepatnya kepala Susanno’o muncul.
“Kau tak berhak menggerutu padaku seperti itu.”
“!!??” Chouchou tidak paham.
“Memangnya pertempuran yang tadi itu apa? Jangan
buat anak-anak ini kecewa donk.” Kata Orochimaru.
“Sial! Aku tak mau diberitahu olehmu. Terutama soal
membuat anak-anak kecewa.” Naruto ngambeg.
“Sarada, ayahmu itu sebenarnya siapa?” Choucho
tercengang.
“Mungkin dia bukan yang terkuat.. Tapi dia
jelas-jelas mengagumkan.” Jawab Sarada.
Latar berpindah ke markas musuh, sebuah organ dalam
(menyerupai lever) tergeletak berlumuran darah. Shin (botak) tampaknya sudah
selesai dioperasi.
“Tujuanku adalah… Menghabisi orang-orang pecinta
damai sepertimu. Serta semua orang yang mencoba menghalangi jalanku.” Katanya.
Dia mulai bangun. Seperti biasanya, kepala dan seluruh lengannya penuh dengan
bola mata sharingan, dengan satu lengan yang buntung. “Dan aku adalah.. salah
satu diantara mereka.”
Sakura berdiri, dua bunshin shin terlihat sedang
menodongkan senjata pada Sakura dari arah kiri dan kanannya. Sakura geram,
mengepal tinjunya di depan dada.
“Memangnya kau ini siapa? Seenaknya saja mau cari
tahu soal suamiku. Aku hanya mengulur waktu dengan pura-pura mendengarkan
ceritamu. Kau tahu?”
‘TINJU ISTERI YANG SEDANG KESAL AKAN SEGERA
DILEPASKAN.’
0 Response to "NARUTO GAIDEN CHAPTER 8 - HAL YANG SEBENARNYA"
Posting Komentar